Rabu, 14 Februari 2018

URUTAN TATA UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA / PENGANTIN ADAT JAWA



UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA

Tahap 1 (Prosesi Pembicaraan)
a. Congkog
Seorang perwakilan diutus untuk menanyakan dan mencari informasi tentang kondisi dan situasi calon besan yang putrinya akan dilamar. Tugas wali yang utama yaitu menanyakan status calon mempelai wanita, apakah masih sendiri atau telah ada pihak yang mengikat.
b. Salar
Jawaban pada acara Congkog akan ditanyakan pada acara Salar yang diselenggarakan oleh seorang wali, baik oleh wali yang pertama atau orang lain.
c. Nontoni
Setelah lampu hijau diberikan oleh calon besan kepada calon mempelai pria, maka orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk saling “dipertontonkan”.
Dalam acara ini orang tua bisa melihat kepribadian, fisik, raut muka, gerak-gerik dan hal lainnya dari si calon menantunya.
d. Nglamar
Utusan dari orang tua calon mempelai pria datang melamar pada hari yang sudah disepakati. Biasanya sekaligus menentukan waktu hari pernikahan dan kapan dilaksanakan rangkaian upacara pernikahan.

Tahap 2 (Prosesi Kesaksian)
Setelah melalui prosesi pembicaraan, selanjutnya dilaksanakanlah peneguhan pembicaraan yang disaksikan pihak ketiga, seperti kerabat, tetangga atau sesepuh.
a. Srah-srahan
Penyerahan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan penyelenggaraan acara sampai acara selesai dengan barang-barang yang masing-masing mempunyai arti dan makna mendalam diluar dari materinya sendiri, yakni berupa cincin, seperangkat pakaian wanita, perhiasan, makanan tradisional, daun sirih , buah-buahan dan uang.
b. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan ditandai dengan tukar cincin oleh kedua calon pengantin.
c. Asok Tukon
Penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keluarga mempelai wanita.
d. Paseksen
Proses permohonan doa restu dan yang menjadi saksi dalam acara ini adalah mereka yang hadir. Selain itu, juga ada beberapa pihak yang ditunjuk menjadi saksi secara khusus yang mendapat ucapan terima kasih yang dinamakan Tembaga Miring (berupa uang dari pihak calon besan).
e. Gethok Dina
Penentuan hari ijab kabul atau akad nikah dan resepsi pernikahan. Biasanya melibatkan seseorang yang ahli dalam memperhitungkan hari, tanggal dan bulan yang baik atau kesepakatan dari kedua keluarga pengantin saja.

Tahap 3 (Prosesi Siaga)
Pembentukan panitia dan pelaksana kegiatan yang melibatkan para sesepuh atau sanak saudara.
a. Sedhahan
Mencakup pembuatan sampai pembagian surat undangan pernikahan.
b. Kumbakarnan
Pertemuan untuk membentuk panitia pesta pernikahan dengan mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga dan kenalan. Termasuk membicarakan rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksananya.
c. Jenggolan atau Jonggolan
Calon pengantin melapor ke KUA. Tata cara ini sering disebut tandhakanatau tandhan, yang mempunyai arti memberitahu dan melaporkan kepada pihak kantor pencatatan sipil bahwa akan ada hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan pembekalan pernikahan.

Tahap 4 (Prosesi Upacara)
Biasanya sehari sebelum acara pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orang tua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), terdiri dari pohon pisang, buah pisang, buah kelapa, tebu dan daun beringin yang mempunyai makna agar pasangan mempelai hidup baik dan bahagia dimana saja.
Pasangan mempelai saling cinta satu sama lain dan akan merawat keluarga mereka. Dekorasi pernikahan lainnya yang disiapkan adalah kembang mayang, yakni suatu karangan bunga yang terdiri dari sebatang pohon pisang dan daun pohon kelapa.
a. Pasang Tratag dan Tarub
Tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu kepada masyarakat. Tarubberarti hiasan dari janur kuning atau daun kelapa muda yang disuwir-suwir (disobek-sobek) dan dipasang di sisi tratagdan ditempelkan pada pintu gerbang tempat resepsi acara agar terlihat meriah.
Jika ingin dilengkapi, boleh dilanjutkan dengan uba rambe selamatan dengan sajian makanan nasi uduk, nasi asahan, nasi golong, apem dan kolak ketan.
d. Siraman
Upacara Siraman mengandung makna memandikan calon mempelai yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan suci lahir dan batin.
Urutan tahapannya yaitu calon pengantin memohon doa restu kepada kedua orangtuanya, kemudian mereka (calon pengantin pria dan wanita) duduk di tikar pandan, lalu disiram oleh pinisepuh, orang tua dan orang lain yang telah ditunjuk.
Terakhir, calon pengantin disiram air kendi oleh ibu bapaknya sambil berkata “Niat Ingsun ora mecah kendi nanging mecah pamore anakku wadon” dan kendi kosongnya dipecahkan ke lantai.
c. Adol Dhawet (Jual dawet)
Setelah acara siraman, dilaksanakan acara jual dawet. Penjualnya adalah ibu calon mempelai wanita yang dipayungi oleh ayah calon mempelai wanita. Pembelinya yaitu para tamu yang hadir, yang menggunakan pecahan genting sebagai uang.
d. Midodareni
Upacara adat Midodaren berarti menjadikan sang mempelai wanita secantik Dewi Widodari. Orang tua mempelai wanita akan memberinya makan untuk terakhir kalinya, karena mulai besok ia akan menjadi tanggung jawab sang suami.
e. Selametan
Berdoa bersama untuk memohon berkah keselamatan menyongsong pelaksanaan ijab kabul atau akad nikah.
f. Nyantri atau Nyatrik
Upacara penyerahan dan penerimaan dengan ditandai datangnya calon mempelai pria berserta pengiringnya.
Dalam prosesi acara pernikahan ini calon mempelai pria mohon diijabkan, atau jika acara ijab diadakan besok, kesempatan ini dimanfaatkan sebagai pertemuan perkenalan dengan sanak saudara terdekat di tempat penganttn pria.
Jika ada kakak wanita yang dilangkahi, acara penting lainnya yakni pemberian restu dan hadiah yang disesuaikan kemampuan pengantin dalam Plangkahan.

Tahap 5 (Prosesi Puncak dari Rangkaian Upacara dan Merupakan Inti Resepsi)
a. Upacara Ijab Qobul
Sebagai prosesi pertama pada puncak resepsi ini adalah pelaksanaan ijab qobul yang melibatkan pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan sah, maka kedua pengantin telah resmi menjadi sepasang suami istri.
b. Upacara Panggih
Setelah upacara ijab qobul selesai, selanjutnya dilanjutkan dengan upacara panggih yang meliputi:
·         Liron kembar mayang atau saling menukar kembang mayang dengan arti dan tujuan bersatunya cipta, rasa dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.
·         Gantal atau lempar sirih dengan harapan semoga semua godaan hilang terkena lemparan tersebut.
·         Ngidak endhog atau mempelai pria menginjak telur ayam lalu dibersihkan atau dicuci kakinya oleh mempelai wanita sebagai lambang seksual kedua pengantin telah pecah pamornya.
·         Minum air degan (air buah kelapa) yang menjadi simbol air hidup, air suci, air mani dan dilanjutkan dengan di-kepyok bunga warna-warni dengan harapan keluarga mereka bisa berkembang segala-segalanya dan bahagia lahir batin.
·         Masuk ke pasangan mempunyai arti pengantin menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
·         Sindur yakni menyampirkan kain (sindur) ke pundak mempelai dan menuntun mempelai pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah dan siap menghadapi segala tantangan hidup.
Setelah upacara panggih, kedua pengantin diantar duduk di sasana riengga. Setelah itu, acara pun dilanjutkan.
·         Timbangan atau kedua mempelai duduk di pangkuan ayah mempelai wanita sebagai lambang sang ayah mengukur keseimbangan masing-masing mempelai.
·         Kacar-kucur dilaksanakan dengan cara mempelai pria mengucurkan penghasilan kepada mempelai wanita berupa uang receh beserta kelengkapannya. Lambang bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.
·         Dulangan atau kedua pengantin saling menyuapi. Mengandung kiasan laku perpaduan kasih pasangan pria dan wanita (simbol seksual). Ada juga yang memaknai lain, yakni tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) disimbolkan dengan sembilan tumpeng.
c. Upacara Babak Kawah
Upacara ini khusus untuk keluarga yang baru pertama kali hajatan mantu putri sulung. Ditandai dengan membagi harta benda seperti uang receh, umbi-umbian, beras kuning dan lainnya.
d. Tumplek Punjen
Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya berbeda beban di atas bahu. Makna dari Tumplek Punjen yakni telah lepas semua darma orang tua kepada anak. Tata cara ini dilakukan bagi orang yang tidak akan bermenantu lagi atau semua anaknya telah menikah.
e. Sungkeman
Sebagai ungkapan bakti kepada orang tua serta memohon doa restu.
f. Kirab
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan saat pengantin berdua meninggalkan tempat duduknya untuk berganti pakaian.

Sabtu, 12 Agustus 2017

6 JENIS TUMBUHAN LANGKA di INDONESIA



Tumbuhan Langka di Indonesia



Indonesia merupakan negara yang kaya akan seumber daya alamnya. Berbagai jenis tumbuhan hidup di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia dikenal sebagai negara yang subur karena berada pada iklim tropis.
Walaupun demikian, masih terdapat beberapa spesies tumbuhan yang terancam punah. Hal ini disebabkan karena aktivitas manusia dalam menebang hutan secara liar, perubahan iklim, dan lain sebagainya.
Beberapa tumbuhan langka tersebut berada di Indonesia dan sangat sulit sekali ditemukan sehingga perlu adanya perhatian khusus untuk melestarikan tanaman langka tersebut.
1. Bunga Bangkai
Bunga bangkai mempunyai nama latin rafflesia arnoldy dan memiliki ukuran yang lebih besar serta mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Bau yang menyengat ini berperan penting sebagai perlindungan dan berfungsi sebagai penarik perhatian serangga seperti lalat dan kumbang untuk membantu proses penyerbukan.
Bunga bangkai berhabitat asli di hutan sumtera. Akan tetapi saat ini mulai di konservasikan di banyak tempat seperti di Taman Hutan Raya Ir. Djuanda Bandung. Dalam perkembangannya bunga ini mampu menjulang tinggi sampai pada ketinggi 4 meter.
Pada saat bunga ini mekar, bagian pada kelopak luarnya akan berwarna putih sedangkan mahkotanya berwarna merah tua keunguan.
Meski ukurannya cukup besar dan terlihat sangat kokoh, bunga ini hanya mampu bertahan selama 7 hari dan kemudian akan mati. Oleh karena itu, tumbuhan ini di kategorikan sebagai tumbuhan langka.
2. Tumbuhan Damar
Tumbuhan ini dahulu sangat mudah ditemukan di beberapa daerah di Indonesia seperti di Ternate, Lampung, dan Samar. Dalam pertumbuhannya, pohon damar dapat mencapai ketinggian sekitar 60 meter.
Tumbuhan damar menjadi semakin langka di akibatkan oleh pengeksplotasian secara berlebihan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Getah pohon damar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kaca, vernis, dan cairan pelapis kertas.
3. Kantong Semar
Kantong semar merupakan tumbuhan karnivora yaitu tumbuhan yang hidup dengan memakan serangga-serangga kecil seperti lalat, semut, lebah, dan yang lainnya. Tumbuhan ini memangsa serangga dengan cara membuka kantung mulutnya lebar-lebar.
Ketika ada serangga yang masuk ke dalamnya, tumbuhan ini langsung menutup kelopaknya yang menyerupai mulut. Tumbuhan kantong semar mulai di konservasikan di berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya agar tumbuhan ini tidak punah dan tetap terjaga kelestariannya.
4. Pohon Ulin
Pohon ulin juga biasa disebut dengan nama kayu besi. Pohon ulin merupakan tumbuhan endemik dari pulau Kalimantan.
Pohon ulin dikenal dengan kualitas kayunya yang sangat kuat sehingga banyak digunakan untuk bahan kontruksi bangunan. Salah satu penyebab hampir punahnya pohon ulin adalah akibat penebangan liar dan eksploitasi secara berlebihan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
5. Pohon Cendana
Pohon cendana merupakan jenis pepohonan yang mempunyai banyak manfaat diantaranya yaitu sebagai bahan baku pembuatan dupa, rempah-rempah, aroma terapi, dan yang lainnya.
Hal ini menyebabkan pohon cendana banyak di eksploitasi. Selain itu tanaman ini tidak mudah untuk di budidayakan, sehingga membuat populasi pohon cendana semakin berkurang dan hampir terancam punah.
6. Anggrek Tebu
Anggrek tebu merupakan tanaman yang masih satu rumpun dengan bunga anggrek yang mempunyai berat lebih dari 1 ton dengan panjang bisa mencapai 3 meter. Karena ukurannya yang besar, anggrek tebu juga biasa disebut dengan anggrek raksasa.
Bunga anggrek tebu sangat sedikit keberadaannya. Hal ini dikarenakan anggrek tebu yang sulit untuk di budidayakan. Oleh karena itu, tanaman ini termasuk ke dalam tanaman langka di Indonesia.

MATERI SEJARAH dan BUDAYA NUSANTARA : Sejarah Kerajaan Kediri Lengkap



SEJARAH KERAJAAN KEDIRI

Sejarah berdirinya Kerajaan Kediri
            Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
        Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian.  Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
            Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
             Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
             Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.

Perkembangan Kerajaan Kediri
Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.

Aspek Kehidupan Kerajaan Kediri
Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri adalah sebagai berikut :
a.    Kehidupan Politik
Raja pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi Raja
Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka tahun 1135.
 Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu, untuk menunjukkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya membuat kebijakan yang tidak populer dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini menyebabkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok. Melihat kejadian ini Kertajaya memutuskan untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.

b.   Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, karena merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
c.   Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.

d.   Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan  Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1)      Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya. 
2)      Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah). 
3)      Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Kameswara  muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.

Raja-Raja yang Pernah Memerintah
Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
Adapun 8 raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

2. Sri Bameswara
            Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.

3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota  di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.
Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.

4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.

5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.

6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.

7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.
Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.
Mengetahui hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M)

Sumber Sejarah Kerajaan Kediri
Adapun sumber sejarah Kerajaan Kediri berasal dari beberapa prasasti dan berita asing sebagai berikut :
1)      Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa. 
2)      Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono, yang berisi masalah keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja Bameswara tahun 1117 – 1130 M. 
3)      Prasasti Ngantang (1135 M), yang menyebutkan tentang Raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah perdikan yang bebas dari pajak. Baca selengkapnya di Siapa sosok Prabu Jayabaya? 
4)      Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang memuat tentang sejumlah nama hewan, seperti kebo waruga dan tikus finada. 
5)      Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh yang memusuhi istana di Katang-katang 
6)      Berita Asing
Berita asing tentang Kerajaan kediri sebagian besar diperoleh dari berita Cina. Berita Cina ini merupakan kumpulan cerita dari para pedagang Cina yang melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Kediri, seperti Chu Fan Chi karangan Chu Ju Kua (1220 M).
Buku ini banyak mengambil cerita dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan Chu Ik Fei. Kedua buku tersebut menerangkan keadaan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan 13 Masehi.

Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kertajaya adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
Pertentangan itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan memaksa kaum brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian meminta perlindungan pada Ken Arok di Singosari. Kebetulan Ken Arok juga berkeinginan memerdekakan Tumapel (Singosari) yang dulunya merupakan bawahan Kediri. Tahun 1222 pecahlah pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok  di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari. Runtuhnya kerajan Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

URUTAN TATA UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA / PENGANTIN ADAT JAWA

UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA Tahap 1 (Prosesi Pembicaraan) a. Congkog Seorang perwakilan diutus untuk menanyakan dan mencari inf...