PENDIDIKAN MENURUT BURHANUDDIN AL-ISLAM
AL-ZARNUJI
A.
Biografi Az Zarnuji
Nama lengkapnya
adalah Burhanuddin Al-Islam Al-Zarnuji. Tanggal kelahirannya belum diketahui
secara pasti. Mengenai tanggal wafatnya, terdapat dua pendapat. Ada yang
mengatakan beliau wafat pada tahun 591 H/1195 M, dan ada pula yang mengatakan
beliau wafat pada tahun 840 H/1243 M. Hidup beliau semasa dengan Ridha Al-Din
Al-Naisari, antara tahun 500-600 H. Tidak ada keterangan yang pasti mengenai
tempat kelahirannya. Namun dilihat dari nisbahnya, Az Zarnuji, maka sebagian
peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari zarnuji, suatu daerah yang
kini dikenal dengan nama Afghanistan.
Az Zarnuji
menuntut ilmu di Bukhara dan samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan
dan pengajaran. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga
pendidikan dan ta’lim, yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani,
Syamsuddin Abd Al-Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd dan Al-Sattar Al-Amidi.
Selain itu, Az Zarnuji juga belajar pada Rukn Al-Din Al-Firqinani, seorang ahli
Fiqh, satrawan dan penyair (w. 594 H/1196 M), Hammad bin Ibrahim, seorang ahli
ilmu kalam, sastrawan dan penyair (w. 564 H/1170 M) dan Rukn Al-Islam Muhammad
bin Abi Bakar yang dikenal dengan nama Khawahir Zada, seorang mufti Bukhara dan
ahli dalam bidang fiqh, sastra dan syair (w. 573 H/1177 M).
Az Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang
lain seperti sastra, fiqh, ilmu kalam dan sebagainya.
B.
Situasi Pendidikan pada Zaman Az
Zarnuji
Dalam sejarah
pendidikan Islam, terdapat lima tahap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan. Pertama,
pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. (571-632 M). Kedua, pendidikan
pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M). Ketiga, pendidikan pada masa
Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M). Keempat, pendidikan pada masa
jatuhnya khalifah di Baghdad (1250-sekarang).
Dari
periodisasi di atas, Az Zarnuji hidup pada masa keempat dari periode
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, antara 750-1250 M. Dalam catatan
sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban Islam, terutama dalam
bidang pendidikan Islam. Pada masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan
ditandai oleh tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai
tingkat perguruan tinggi. Di antaranya adalah Madrasah Nizhamiyah, yang
didirikan oleh Nizham Al-Mulk (457-1106 M), Madrasah Al-Nuriyah Al-Kubra,
didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki (563-1167 M), Madrasah Al-Mustansyirah
didirikan oleh khalifah Abbasyiah, Al-Mustansir Billah di Baghdad (631 H/1234 M).
Selain ketiga
madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan
berkembang pesat pada zaman Az zarnuji hidup. Dengan informasi tersebut, tampak
jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam
mengalami puncak kejayaan, yaitu pada masa Abbasyiah yang ditandai dengan
munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik yang sukar ditandingi. Kondisi
pertumbuhan dan perkembangan tersebut sangat menguntungkan bagi pembentukan Az
Zarnuji sebagai seorang ilmuwan atau ulama yang luas pengetahuannya.
C.
Konsep Pendidikan Az Zarnuji
Konsep pendidikan
beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab “Ta’lim al-Muta’allim
Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini diakui sebagai karya yang
monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga banyak
dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-karya ilmiah,
terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan
Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulis barat.
Keistimewaan
lain dari kitab Ta’lim Muta’allim ini terletak pada materi yang dikandungnya.
Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar,
sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi
belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir ke
seluruh penjuru dunia. Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di
berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Di Indonesia,
kitab Ta’lim Muta’allim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga
pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren
modern. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan
Islam yang dikemukakan Az Zarnuji, antara lain:
1.
Hakikat ilmu dan keutamaannya
2.
Niat belajar
3.
Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan
dalam belajar
4.
Menghormati ilmu dan ulama
5.
Sungguh-sungguh, kontinuitas dan minat
yang kuat
6.
Permulaan dan intensitas belajar serta
tata tertibnya
7.
Tawakkal kepada Allah SWT
8.
Saat terbaik untuk belajar
9.
Kasih sayang dan memberi nasehat
10.
Mengambil pelajaran
11.
Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat
dan haram) pada masa belajar
12.
Penyebab hafal dan lupa
13.
Masalah rezeki dan umur
·
Hakikat ilmu dan keutamaannya
Belajar itu
hukumnya fardlu bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
demikian, menurut Az zarnuji manusia tidak diwajibkan mempelajari segala macam
ilmu, tetapi hanya diwajibkan mempelajari ilm al hal (pengetahuan-pengetahuan
yang selalu dperlukan dalam menjunjung kehidupan agamanya). Dan sebaik-baik
amal adalah menjaga hal-hal.
Di samping itu,
manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu yang diperlukan setiap saat. Karena
manusia diwajibkan shalat, puasa dan haji, maka ia juga diwajibkan mempelajari
segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut. Sebab apa yang menjadi
perantara pada perbuatan wajib, maka wajib pula hukumnya.
Demikian pula,
manusia wajib mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan
atau kariernya. Seseorang yang sibuk dengan tugas kerjanya (misalnya
berdagang), maka ia wajib mengetahui bagaimana cara menghindari haram. Di
samping itu, manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu ahwal al-qalb, seperti
tawakkal, ridla dan sebagainya.
Akhlak yang
baik dan buruk serta cara menjauhinya, menurut Az Zarnuji juga harus
dipelajari, agar ia senantiasa bisa menjaga dan menghiasi dirinya dengan akhlak
mulia. Mempelajari ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu,
hukumnya fardlu kifayah seperti ilmu shalat jenazah. Dengan demikian,
seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardlu kifayah
tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Tetapi jika seluruh
penduduk kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk itu menanggung
dosa. Dengan kata lain, ilmu fardlu kifayah adalah di mana setiap umat Islam
sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu
astronomi, dan lain sebagainya.
Sedangkan
mempelajari ilmu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan membahayakan adalah
haram hukumnya seperti ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya digunakan
untuk meramal). Sebab, hal itu sesungguhnya tidak bermanfaat dan justru membawa
marabahaya karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi.
Ilmu menurut Az Zarnuji adalah sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang, maka
menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam pengertiannya. Adapun fiqh adalah
pengetahuan tentang kelembutan-kelembutan ilmu. Sedangkan mengenai
keutamaan ilmu, Az Zarnuji mengutip ungkapan seorang penyair sebagai berikut:
Belajarlah,
karena ilmu adalah hiasan bagi penyandangnya, keutamaan dan tanda semua akhlak
yang terpuji. Usahakanlah, setiap hari menambah ilmu dan berenanglah di lautan
ilmu yang bermanfaat. Belajarlah ilmu fiqh, karena ia pandu yang paling utama
pada kebaikan, taqwa dan adilnya orang yang paling adil. Ia adalah tanda yang
membawa pada jalan petunjuk, ia adalah benteng yang menyelamatkan dari segala
kesulitan. Karena seorang ahli fiqh yang menjauhi perbuatan haram adalah lebih
membahayakan bagi setan dari pada seribu orang yang beribadah.
·
Niat belajar
Mengenai niat
dan tujuan belajar, Az Zarnuji mengatakan bahwa niat yang benar dalam belajar
adalah untuk mencari keridlaan Allah SWT., memperoleh kebahagiaan di dunia dan
di akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, dan mensyukuri nikmat Allah.
Sehubungan
dengan hal ini, Az Zarnuji mengingatkan agar setiap penuntut ilmu tidak sampai
keliru menentukan niat dalam belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk
mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan
tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, tentu ia akan merasakan kelezatan
ilmu dan amal serta berkuranglah kecintaannya pada harta dunia.
·
Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan
dalam belajar
Peserta didik
hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan
agamanya pada waktu itu, lalu yang untuk waktu mendatang. Ia perlu mendahulukan
ilmu tauhid dan ma’rifat beserta dalilnya. Semikian pula, perlu memilih ilmu
‘atiq (kuno).
Dalam memilih
pendidik hendaknya mengambil yang lebih wara’, alim, berlapang dada dan
penyabar. Dan peserta didik juga harus sabar dan tabah dalam belajar kepada
pendidik yang telah dipilihnya serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.
Peserta didik
hendaknya memilih teman yang tekun, wara’, jujur, dan mudah memahami masalah.
Dan perlu menjauhi pemalas, banyak bicara, penganggur, pengacau dan pemfitnah.
Seorang penyair mengatakan: “Teman durhaka lebih berbahaya dari pada ular yang
berbisa demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk membawamu ke neraka Jahim
sedangkan teman baik mengajakmu ke syurga Na’im.”
Di samping itu,
Az Zarnuji juga menganjurkan pada peserta didik agar bermusyawarah dalam segala
hal yang dihadapi. Karena ilmu adalah perkara yang sangat penting, tetapi juga
sulit, maka bermusyawarah di sini menjadi lebih penting dan diharuskan
pelaksanaannya.
·
Menghormati ilmu dan ulama
Menurut Az
Zarnuji, peserta didik harus menghormati ilmu, orang yang berilmu dan
pendidiknya. Sebab apabila melukai pendidiknya, berkah ilmunya bisa tertutup
dan hanya sedikit kemanfaatannya. Sedangkan cara menghormati pendidik di
antaranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduknya,
tidak memulai mengajak bicara kecuali atas izinnya, tidak bicara macam-macam di
depannya, tidak menanyakan suatu masalah pada waktu pendidiknya lelah, dan
tidak duduk tertalu dekat dengannya sewaktu belajar kecuali karena terpaksa.
Pada prinsipnya, peserta didik harus melakukan hal-hal yang membuat pendidik
rela, menjauhkan amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan
dengan agama Allah.
Termasuk
menghormati ilmu adalah menghormati pendidik dan kawan serta memuliakan kitab.
Oleh karena itu, peserta didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam
keadaan suci. Demikian pula dalam belajar, hendaknya juga dalam keadaan suci.
Sebab ilmu adalah cahaya, wudlupun cahaya, maka akan semakin bersinarlah cahaya
ilmu itu dengan wudlu. Peserta didik hendaknya juga memperhatikan catatan,
yakni selalu menulis dengan rapi dan jelas, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian
hari. Di samping itu, peserta didik hendaknya dengan penuh rasa hormat, ia
selalu memperhatikan secara seksama terhadap ilmu yang disampaikan padanya,
sekalipun telah diulang seribu kali penyampaiannya.
Untuk
menentukan ilmu apa yang akan dipelajari, hendaknya ia musyawarah dengan
pendidiknya, sebab pendidik sudah lebih berpengalaman dalam belajar serta
mengetahui ilmu pada seseorang sesuai bakatnya. Az Zarnuji juga mengingatkan
agar peserta didik selalu menjaga diri dari akhlak tercela, terutama sikap
sombong.
·
Sungguh-sungguh, kontinuitas dan minat
yang kuat
Peserta didik
harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan mampu mengulangi pelajarannya secara
kontinu pada awal malam dan di akhir malam, yakni waktu antara maghrib dan
isya’ dan setelah waktu sahur, sebab waktu-waktu tersebut kesempatan yang
memberkahi.
Peserta didik
jangan sampai membuat dirinya terlalu kepayahan, sehingga lemah dan tidak mampu
berbuat sesuatu. Kesungguhan dan minat yang kuat adalah merupakan pangkal
kesuksesan. Oleh karena itu, barang siapa mempunyai minat yang kuat untuk
menghafal sebuah kitab misalnya. Maka menurut ukuran lahiriyah, tentu ia akan
mampu menghafalnya, separuh, sebagian besar, atau bahkan seluruhnya.
·
Permulaan dan intensitas belajar serta
tata tertibnya
Belajar
hendaknya dimulai pada hari rabu, sebab hari itu Allah menciptakan nur
(cahaya), hari sialnya orang kafir yang berarti hari berkahnya orang mukmin.
Bagi pemula hendaknya mengambil pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan
baik setelah di ulangi dua kali. Kemudian tiap hari ditambah sedikit demi
sedikit, sehingga apabila telah banyak masih mungkin dikuasai secara baik
dengan mengulanginya dua kali, seraya ditambah sedikit demi sedikit lagi.
Selain itu, untuk pemula hendaknya dipilihkan kitab-kitab yang kecil, sebab
dengan begitu akan lebih mudah dimengerti dan dikuasai dengan baik serta tidak
menimbulkan kebosanan. Ilmu yang telah dikuasai dengan baik, hendaknya dicatat
dan diulangi berkali-kali. Jangan sampai menulis sesuatu yang tidak dipahami,
sebab hal itu bisa menumpulkan kecerdasan dan waktupun hilang dengan sia-sia
belaka.
Diskusi,
menurut Az zarnuji juga perlu dilakukan oleh peserta didik. Manfaat diskusi
lebih besar dari pada sekedar mengulangi, sebab dalam diskusi, selain
mengulangi juga menambah ilmu pengetahuan. Az Zarnuji juga mengingatkan agar
diskusi dilaksanakan dengan penuh kesadaran serta menghindari hal-hal yang
membawa akibat negatif.
Peserta didik
hendaknya membiasakan diri senang membeli kitab. Sebab hal itu akan bisa
memudahkan ia belajar dan menelaah pelajarannya. Oleh karena itu, hendaknya
peserta didik berusaha sedapat mungkin menyisihkan uang sakunya untuk membeli
kitab. Menurut Az Zarnuji peserta didik di masa dahulu belajar bekerja dulu,
baru kemudian belajar, sehingga tidak tamak kepada harta orang lain.
·
Tawakkal kepada Allah SWT
Dalam belajar,
peserta didik harus tawakkal kepada Allah dan tidak tergoda oleh urusan rezeki.
Peserta didik hendaknya tidak digelisahkan oleh urusan duniawi, karena
kegelisahan tidak bisa mengelakkan musibah, bahkan membahayakan hati, akal,
badan dan merusak perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hendaknya
peserta didik berusaha untuk mengurangi urusan duniawi.
Peserta didik
hendaknya bersabar dalam perjalanannya mempelajari ilmu. Perlu disadari bahwa
perjalanan mempelajari ilmu itu tidak akan terlepas dari kesulitan, sebab
mempelajari ilmu merupakan suatu perbuatan yang menurut kebanyakan ulama lebih
utama dari pada berperang membela agama Allah. Siapa yang bersabar menghadapi
kesulitan dalam mempelajari ilmu, maka ia akan merasakan lezatnya ilmu melebihi
segala kelezatan yang ada di dunia.
·
Saat terbaik untuk belajar
Masa belajar
adalah semenjak dari buaian hingga masuk liang lahat. Adapun masa yang
cemerlang untuk belajar adalah awal masa muda. Belajar dilakukan pada waktu
sahur dan waktu antara maghrib dan isya’. Namun sebaiknya peserta didik
memanfaatkan seluruh waktunya untuk belajar. Bila telah merasa bosan
mempelajari suatu ilmu hendaknya mempelajari ilmu yang lain.
·
Kasih sayang dan memberi nasehat
Orang alim
hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat dan jangan berbuat
dengki. Peserta didik hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak
mulia. Dengan demikian orang yang benci akan luluh sendiri. Jangan berburuk
sangka dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya menghabiskan
waktu serta membuka aib sendiri.
·
Mengambil pelajaran
Peserta didik
hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga dapat mencapai
keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencatat
hal-hal ilmiah yang diperolehnya.
Az zarnuji
mengingatkan bahwa umur itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu peserta
didik jangan sampai menyia-nyiakan waktunya, hendaklah ia selalu memanfaatkan
waktu-waktu malamnya dan saat-saat yang sepi. Di samping itu peserta didik
hendaknya berani menderita dan mampu menundukkan hawa nafsunya.
·
Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat
dan haram) pada masa belajar
Di waktu
belajar hendaknya peserta didik berlaku wara’, sebab dengan begitu ilmunya akan
lebih bermanfaat, lebih besar faedahnya dan belajarpun lebih mudah. Sedangkan
yang termasuk perbuatan wara’ antara lain menjaga diri dari terlalu kenyang,
terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Di samping itu,
jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan perbuatan-perbuatan sunnah.
Hendaknya memperbanyak shalat dan melaksanakannya secara khusyuk, sebab hal itu
akan membantunya dalam mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini Az Zarnuji
juga mengingatkan kembali agar peserta didik selalu membawa buku untuk
dipelajari dan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang
didapatkannya.ada ungkapan bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka
tidak ada hikmah dalam hatinya.
·
Penyebab hafal dan lupa
Yang paling
kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan, kontinu, mengurangi makan,
melaksanakan shalat malam, membaca al-Quran, banyak membaca shalawat Nabi dan
berdoa sewaktu mengambil buku serta seusai menulis.
Adapun penyebab
mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak dosa, gelisah karena
urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawi.
·
Masalah rezeki dan umur
Peserta didik
perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rizki, umur dan lebih sehat,
sehingga dapat mencurahkan segala kemampuannya untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Bangun
pagi-pagi itu diberkahi dan membawa berbagai macam kenikmatan, khususnya rizki.
Banyak bersedekah juga bisa menambah rizki. Adapun penyebab yang paling kuat
untuk memperoleh rizki adalah shalat dengan ta’zhim, khusyu’ sempurna rukun,
wajib, sunnah dan adatnya. Di antara faktor penyebab tambah umur adalah berbuat
kebajikan, tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain sebagainya.
Terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menunda-nunda
dan mudah menyepelekan suatu perkara, semua itu bisa mendatangkan kefakiran
seseorang.
Menurut Az
zarnuji, peserta didik juga harus belajar ilmu kesehatan dan dapat
memanfaatkannya dalam menjaga kesehatan dirinya. Demikianlah deskripsi isi
kitab Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum karya Az Zarnuji.
Beliau menulis kitab seperti itu, karena di masanya beliau mengetahui banyak
peserta didik yang telah belajar dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak bisa
menyiarkannya. Menurut Az zarnuji hal tersebut dikarenakan mereka salah jalan
dan meninggalkan syarat-syarat yang seharusnya mereka penuhi. Oleh karena itu,
beliau menulis kitab Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum dengan
maksud menjelaskan kepada para peserta didik tentang cara yang seharusnya
mereka tempuh agar tidak salah jalan, sehingga studi yang ditempuhnya bisa
berhasil secara optimal dan bermanfaat.
D.
Pemikiran Az Zarnuji tentang pola
hubungan guru dan murid
Ada beberapa
pemikiran Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum yang memberi
acuan terhadap pola hubungan guru dan murid.
Murid tidak
akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan
terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar
adanya penghormatan murid terhadap guru. Posisi guru yang mengajari ilmu
walaupun hanya satu huruf dalam konteks keagamaan disebut bapak spiritual,
sehingga kedudukan guru sangat terhormat dan tinggi, yang memberi konsekuensi
bagi sikap dan perilaku murid sebagai manifestasi penghormatan terhadap guru
baik dalam lingkungan formal maupun nonformal. Sementara tingginya ilmu yang
dimiliki oleh guru, menjadikan fungsi guru sebagai dokter, menunjukkan nilai kepercayaan
dan pentingnya nasehat bagi murid dalam mencapai tujuan belajar yang optimal.
Kontekstualisasi
hubungan guru murid menurut Az Zarnuji, menunjukkan bahwa penempatan guru pada
posisi terhormat terkait oleh sosok guru yang ideal. Yaitu guru yang memenuhi
kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki kecerdasan
ruhaniyah dan tingkat kesucian tinggi, di samping kecerdasan intelektual. Dalam
bahasa Az Zarnuji, guru ideal adalah guru yang alim, wira’i dan mempunyai
kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab
terhadap amanat yang diemban untuk menggapai ridla Allah swt.
Dengan
demikian, pemikiran Az Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat
ketekunan dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya. Sedangkan murid
sebagai individu yang belajar, menunjukkan keseriusan dan kesungguhan dalam
belajar sebagai manifestasi daya juang dalam pencapaian ilmu yang diajarkan
oleh guru dalam rangka mencari ridla Allah SWT. dan untuk menuai
kemanfaatannya. Karena itu, pola hubungan guru dan murid yang tercipta adalah
pola hubungan timbal balik yang menempatkan posisi guru dan murid sesuai
proporsi masing-masing menuju tercapainya tujuan pendidikan yang optimal, yaitu
terbentuknya pribadi yang berakhlakul karimah.
E.
Metode pembelajaran
Dalam kitab Ta’lim
Muta’allim Az Zarnuji menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi dua
kategori. Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam
belajar. Kedua, metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara
memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam
belajar.
1. Cara memilih
pelajaran; bagi orang yang mencari ilmu sebaiknya mendahulukan
memilih/mempelajari ilmu yang dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya, seperti
ilmu tauhid.
2. Cara memilih
guru; sebaiknya memilih guru yang lebih alim, wara’ dan umurnya lebih tua dari
kita.
3. Cara memilih
teman; mencari teman yang rajin, wara’ dan berwatak baik, mudah paham akan
pelajaran, tidak malas, tidak banyak bicara dan lain sebagainya.
4. Langkah-langkah
dalam belajar; mengenai hal ini, termasuk juga aspek teknik pembelajaran,
menurut Grunebaum dan Abel, terdapat lima hal yang menjadi sorotan Az Zarnuji,
yaitu (1) the curruculum and subject matter, (2) the choice of
setting and teacher, (3) the time for study, (4) dynamics of
learning, (5) the student’s relationship to other.
F.
Relevansinya dengan sistem pendidikan
kontemporer
Konsep
pendidikan yang tertuang dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum
karya Az Zarnuji, relatif bagus dalam persoalan bimbingan belajar. Hanya
saja ketika mempelajari konsep pendidikan Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim
Muta’allim harus disertai dengan pemahaman yang dalam, karena belum tentu
apa yang dikonsepsikan oleh Az Zarnuji dapat pula
diterapkan pada saat ini. Seperti membaca tulisan pada nisan dapat menyebabkan
lupa, menyapu di malam hari dapat menghambat rizki. Hal-hal tersebut sudah
tidak bisa lagi diterapkan karena sudah dipandang tidak logis.
Sebenarnya bila
dikaji lagi banyak sekali hal-hal yang yang masih relevan untuk diterapkan
sebagaimana juga ada beberapa pendapat beliau yang sudah tidak relevan lagi.
Oleh karena itu, tidak baik untuk menolak isi kitab ini begitu saja, sama juga
dengan tidak bijaknya menerima begitu saja tanpa mencari kebenarannya.
Maka jika kitab
ini dikaji di pesantren, supaya tidak menimbulkan akses yang tidak diinginkan,
sebaiknya diajarkan oleh seorang guru yang mempunyai pemahaman mendalam
mengenai bimbingan belajar, sehingga bila memenuhi gagasan yang dianggap kurang
relevan dengan zaman sekarang, bisa mengadakan reinterpretasi atau merefleksikan
dengan masa Az Zarnuji hidup.
Karya besar ini
sebenarnya dapat dan sangat bisa diterapkan ke arah luar pesantren baik itu
madrasah atau sekolah-sekolah umum. Karena bisa diketahui dari analisis konsep
pendidikan Az Zarnuji cukup banyak yang masih relevan dan baik untuk diajarkan
dan ditanamkan sejak dini.
Pada metodologi
pendidikan macam apapun, ekses pasti ada. Ekses yang yang seringkali
dimunculkan untuk menyudutkan Ta’lim adalah aspek kepatuhan pada guru
yang hampir mematikan dinamika. Meskipun, Az Zarnuji sendiri tidak pernah
menganjurkan murid “mengiyakan” kesalahan guru. Pada dasarnya pendidikan yang
berhasilbukanlah diciptakan oleh sekolah dan pesantren saja, akan tetapi
dukungan dari semua pihak yaitu orang tua dan guru sebagai teladan dan
lingkungan sebagai pengaruh pergaulan terbesar dalam hidup seorang anak. Dan
hal ini memang sangat sulit sekali karena memang semua orang bisa memberikan mauidlatul
hasanah namun hanya orang-orang pilihan yang mampu menjadi uswatun
hasanah.
Kalaupun
misalnya hal itu benar-benar ada dan memang pengaruh Ta’lim Muta’allim, maka
pasti terjadi secara aksiden dan memiliki faktor serta sumber latar belakang
yang sangat komplek. Misalnya, faktor psikologi, sarana, budaya regional atau
juga pengaruh tradisi feodal kerajaan jawa yang masih belum sepenuhnya mati.
Kontekstualisasi
terhadap hubungan guru dan murid saat sekarang adalah pemahaman terhadap
pemikiran Az Zarnuji yang signifikan yang bernafas pada religius ethics. Dengan
mengambil nilai-nilai dan pesan yang terkandung dalam pemikiran Az zarnuji
tersebut, berarti kita telah menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai
etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar
pembentukan akhlak dan landasan dam membina hubungan yang harmonis antara guru
dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis-humanis.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konsep
pendidikan Islam yang dikemukakan Az Zarnuji, antara lain: (1) Hakikat ilmu dan
keutamaannya; (2) Niat belajar; (3) Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan
dalam belajar; (4) Menghormati ilmu dan ulama; (5) Sungguh-sungguh, kontinuitas
dan minat yang kuat; (6) Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya;
(7) Tawakkal kepada Allah SWT; (8) Saat terbaik untuk belajar; (9) Kasih
sayang dan memberi nasehat; (10) Mengambil pelajaran; (11) Wara’ (menjaga diri
dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar; (12) Penyebab hafal dan lupa;
(13) Masalah rezeki dan umur
Menurut beliau
tentang pola hubungan murid dan guru adalah sebagai berikut: Murid tidak akan
memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap
ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya
penghormatan murid terhadap guru. guru ideal adalah guru yang alim, wira’i dan
mempunyai kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung
jawab terhadap amanat yang diemban untuk menggapai ridla Allah swt.
Metode
pembelajaran menurut beliau meliputi dua kategori. Pertama, metode yang
bersifat etik mencakup niat dalam belajar. Kedua, metode yang bersifat
teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman
dan langkah-langkah dalam belajar.
Beliau menulis
kitab seperti itu, karena di masanya beliau mengetahui banyak peserta didik
yang telah belajar dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak bisa
menyiarkannya. Menurut Az zarnuji hal tersebut dikarenakan mereka salah jalan
dan meninggalkan syarat-syarat yang seharusnya mereka penuhi. Oleh karena itu,
beliau menulis kitab Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum dengan
maksud menjelaskan kepada para peserta didik tentang cara yang seharusnya
mereka tempuh agar tidak salah jalan, sehingga studi yang ditempuhnya bisa
berhasil secara optimal dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Esa Nur wahyuni, 2010, Teori belajar
dan pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz media
Tim Dosen fakultas tarbiyah UIN Maliki Malang, 2009, Pendidikan
Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, Malang: UIN Press
Jalaluddin dan Usman Said, 1996. Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta : RajaGrafindo Persada.